Sekitar pukul 18.10, ku lewati ruang makan yang penuh dengan cemilan ringan, cemilan yang ku dapat dari teman orangtuaku. Terdengar suara 'klotak klotak klotak' dari sudut meja, pandanganku tertuju pada sebuah gelas susu milik adikku yang 'terbengkalai'. Di dalamnya terdapat seekor cicak yang sedang berusaha melarikan diri dari genangan susu coklat bak sebuah perangkap, setinggi kurang lebih separo gelas. Aku berusaha untuk membantunya dengan menggerak-gerakkan sendok kecil yang juga 'tenggelam'. Ku pikir dengan menggerakkan sendok, cicak itu bisa terbawa keluar tapi nyatanya justru membuatnya semakin kesulitan. "Aku jahat!", terlintas di pikiranku. Apa yang aku lakukan terlihat seperti menyiksanya. 5 detik terlewati, cicak itu tewas. Sudah kucoba untuk menggerakkan sendok, tapi dia hanya diam saja.
Innalillahi~
Rasa bersalah 'menikamku' dari dalam. Ku ambil air wudlu dan beranjak untuk sholat Maghrib. "Ushallii fardlal maghribi tsalaasa raka'aatin mustaqbilal qiblati adaaan lillaahi ta'aalaa. Allaahu Akbar," ucapku dalam batin. Setelah rakaat pertama, entah kenapa ada ingatan buruk yang begitu saja lewat yang membuat sholatku menjadi tak khusyuk. Tiba-tiba, suara itu terdengar lagi. Hatiku sedikit lega karena ternyata cicak itu masih hidup. Aahh, terpaksa aku mengulang sholat karena sepertinya tidak benar.
Setelah selesai, ku jenguk si cicak. Aku masih mencari cara untuk menyelamatkannya. Akhirnya, ku bawa gelas itu dengan sedikit rasa takut -karena cicak itu 'berontak'- menuju ke dapur. Ku tumpahkan susu coklat itu. Alhamdulillah, dia terselamatkan.
'Setidaknya hari ini aku sudah melakukan hal yang berguna. Walaupun hari ini aku juga sedang disakiti,'